Bogor 11 Juli 2010
Catatan Tobelo
Berangkat menuju Manado
Bulan Juli ini cukup padat bagi TRUE (Teacher Resources Empowerment Center), lembaga pelatihan khusus bagi para insan pendidikan, tempat kami bernaung. Diawali keberangkatan tim Boven Digul, dengan dikomandoi Pak Ical-sekaligus sebagai Panglima Wilayah Timur, mencakup Papua, NTT dsk., menyusul tim Nias II dengan Pak Agus sebagai komandan Wilayah Barat, dengan wilayah teritorial Sumatra dan Kalimantan-nya. Alhamdulillah, walaupun keberangkatan armada Barat dan Timur tidak bersamaan, kepulangannya bisa kompak. Tentu saja berkat kepiawaian para pilot Garuda dalam mendaratkan dan memarkir pesawat di apron Soekarno Hatta dalam saat yang hamper bersamaan. Jadilah tempat pengambilan bagasi menjadi meeting point sementara.
Menyusul seminggu kemudian Tim Tobelo harus berangkat. Tobelo masuk Wilayah Tengah, mencakup kegiatan di Poso-Palu-Tentena Sulawesi, Halmahera dsk., dengan komando Pak Kalih, alias saya sendiri, Tim harus berangkat pada hari Minggu tanggal 11 Juli. Sebenarnya cukup menguras stamina, karena seminggu sebelumnya baru datang bersama Tim Nias II yang bertugas seminggu penuh. Namun, siap setiap saat demi bangsa tercinta tidak harus selalu milik para pasukan elit negara kita.
Persiapan cukup baik dan lancar, tentu saja hal ini tidak berlaku bagi Tim Delta, alias tim dapur yang digawangi Bu Ida, Ismi, Ria, Pak Arifin dan teman-teman BEL lainnya. Mereka berkorban waktu dan tenaga demi menyiapkan berbagai kebutuhan dan peralatan tempur dengan lengkap. Salut dan Hormat buat Tim Delta.
Taxi meluncur jam 14.30, sengaja agak siang, walaupun pesawat akan terbang jam 18.40. Ini karena hari itu hari terakhir liburan sekolah. Benar saja, walau tol lancar, hiruk pikuk dan antrian penumpang begitu panjang, dan mengekor hingga jauh di luar. Karena malam harinya pertandingan final Piala Dunia, maka banyak sekali penumpang yang tergolong fans Spanyol dan Belanda denga kaus kebanggaannya masing-masing. Tentu saja saya memakai kaus kebanggaan saya terhadap tim tercinta, Persib. Saya rada berani pakai Persib di bandara, tapi tidak berani coba-coba di Jakarta……
Namun, dengan kesabaran semua, keadaan cukup terkendali, sampai akhirnya duduk nyaman di gerbang A5, khusus penerbangan Lion Air tujuan Manado. Seperti beberapa penerbangan sore dan malam dengan Lion, ada sedikit keterlambatan akibat alasan “operasional”. Namun yang lucu, ternyata pesawat tujuan Manado terparkir di gerbang A1, jadilah rombongan calon penumpang pawai karnaval dengan berbagai bawaan dan dandanannya bergerak ke gerbang A1.
Penerbangan terlambat sekitar sejam. Pesawat bergerak agak lamban, panjang landasan pacu hampir terpakai semuanya. Saya merasa tenaga airborne pesawat Boeing 737-800ER ini agak kurang, lambat sekali. Hingga beberapa menit ketinggian pesawat tidak seperti biasanya. Pasti hal ini berkaitan dengan penumpang dan bagasi yang pasti sangat penuh dan berat. Pikiran itu saja yang mencoba menenangkan saya. Penerbangan ini tanpa hidangan, tentu saja bukan alasan untuk mengurangi beban, tapi para pemilik Lion ini sudah berhitung, kalau penumpang tidak makan atau minum selama 3 jam 10 menit tidak akan menyebabkan penyakit serius….. Masalahnya, kalau kita tertidur, kemudian terjaga tenggorokan terasa kering….
Di dalam pesawat penuh dengan orang Manado….eh, yang ini mah ngga usah ditulis atuh… Pesawat berada di ketinggian jelajah 35.000 kaki, sekitar 11 km dpl, padahal kemampuan pesawat ini bisa sampai 38.0000 kaki, pengalaman ketinggian yang belum dan ingin saya rasakan di penerbangan domestik. Padahal walaupun ketinggian maksimal, saya tidak akan tahu apapun di daratan. Pertama, karena malam hari, kedua karena memang saya tidak di sisi jendela. Tapi saat akan mendarat di bandara Sam Ratulangi, pemandangan dari jendela sungguh luar bisa. Garis pantai yang penuh cahaya bangunan dan kendaraan, bukit-bukit bercahaya… cantik sekali.
Good landing, Captain…. Pesawat menyentuh bumi cukup halus. Kemudian terparkir dengan presisi di apron. Jam menunjukkan jam 11.30 WITA. Masih ada waktu untuk Piala Dunia. Setelah lengkap semua bagasi, perjalanan dilanjutkan taksi ke pusat kota Manado, untuk sekedar bermalam di Hotel Sahid Kawanua. Sebuah hotel yang membawa ingatan ke masa orde baru dahulu, baik dari pelayanan, maupun interiornya. Kalau kita ingat jaman film-film yang dibintangi Hamid Arief, Marlia Hardi, mungkin bisa menggambarkan keadaan hotel itu. SeolahCukup baik untuk sekedar tidur, walaupun hanya sekejap, karena jam 5.00 WITA harus segera ke bandara kembali.
Hari ini cukup melelahkan…. Sehingga kekalahan Belanda tidak terlalu menyakitkan, karena saya tidak turut jadi saksi, dan saya terlelap dengan kaus Persib tanpa sempat ganti baju…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar