12 Juli 2010
Mendarat di Bandara Kuabang Kao Halmahera Utara
Perbedaan waktu ini sungguh mengganggu jam biologis tubuh. Kalau di Nias, tidak ada perbedaan waktu, tapi waktu subuh jadi siang, jam 6.00 WIB masih gelap. Sedangkan waktu sarapan dan makan siang tidak berbeda dengan Bogor. Lain halnya di Manado, lebih cepat 1 jam. Jadi jam 5 pagi, sejatinya masih jam 4 di Bogor. Artinya waktu istirahat yang sangat pendek. Hal ini berdampak pada kebiasaan “rutin”, sebelum subuh biasanya. Namun karena perbedaan waktu hasilnya tidak optimal, walhasil di bandara Manado, saat yang lain menunggu hidangan sarapan di cafĂ©, saya lebih memilih menuntaskan kebutuhan biologis. Namun, ternyata hingga saya kembali, pilihan menu hidangan paling cepat pun yang dipesan teman-teman belum juga terhidang. Soto baru terhidang ketika panggilan terakhir bagi para penumpang tujuan Tobelo bergema….
Pesawat Wings Air jenis Dash 8-300 yang akan membawa kami tidak tergolong baru. Cat baru warna khas Lion group tidak bisa menyembunyikan umur aslinya. Bagasi yang kecil memaksa tas ransel disimpan di bawah jok depan. Getaran mesin yang memutar baling-baling yang hanya 4 bilah sangat terasa, bagaikan mobil yang rodanya belum dibalancing. Sama seperti saudara tuanya, di Wings Air juga merupakan penerbangan tanpa hidangan, kecuali satu gelas air mineral, yang di Lion Air justru tidak didapatkan. Perlahan tapi pasti mesin pesawat makin bergetar, mendorong laju pesawat hingga kecepatan tinggal landasnya. Dengan percaya diri meninggalkan jejeran pesawat jet, bahkan pesawat F-16 yang berpangkalan di Manado. Kekhawatiran akan kekuatan mesin sirna ketika jendela pesawat menyuguhkan pemandangan yang sangat luar biasa indah di ujung utara pulau Sulawesi. Perpaduan gunung Klabat yang menjulang, dengan pantai dan hamparan nyiur di bukit-bukit, serta birunya laut sungguh melukiskan indahnya jamrud khatulistiwa.
Ternyata mesin Dash 8-300 ini cukup bertenaga, pesawat cukup tinggi terbangnya, jauh melebihi ATR 50-500 yang membawa ke Nias pada kunjungan pertama. Pemandangan dari ketinggian sungguh menakjubkan, apalagi saat mendekat dan terbang di atas Ternate. Gunung berapi yang muncul dari laut membentuk pulau-pulau kerucut. Di hamparan pantainya tampak penuh pemukiman. Seolah tidak takut akan potensi gunung api. Sama sekali tidak ada tempat berlindung apabila gunung meletus… Mungkin kekhawatiran berlebihan ya.
Landing position. Seolah pesawat akan mendarat di tengah perkebunan nyiur. Tetapi saat roda akan menyentuh daun nyiur, langsung terlihat ujung landasan. Dan pesawat mendarat dengan mulus. Penumpang yang turun cukup bergegas, sama dengan penumpang yang akan menaiki pesawat yang sama. Maklum, penerbangan hanya dilayani hari Senin dan Jumat. Pesawat akan segera kembali ke Manado, demikian kata pramugarinya…..
Setelah barang semua terkumpul, pesan pantia daerah berbunyi “…dijemput avanza hitam”. Saat itu ada 2 avanza. Satu dinaiki tetangga saya di Bogor yang kebetulan ada kegiatan juga di TObelo. Satu lagi tidak merasa dipesan untuk menjemput kami. Kesulitannya adalah sinyal GSM, jadi harus bergerak mencoba beberapa posisi untuk mendapatkan sinyal. Dan ternyata, mobil penjemput memang belum sampai. Kami baru tahu belakangan bahwa mobil menjemput dari Tobelo, 80 km dari bandara…..
Sepengetahuan saya, pelatihan akan diadakan di kota Kao, kota bandara berada. Ternyata mobil kembali ke Tobelo. Ternyata di Kao tidak dijumpai penginapan yang representatif, jadilah kota Tobelo menjadi markas. Pelatihan sendiri ada di Kao Barat yang konon berjarak 40 km dari kota lewat jalan tembus. Hal ini bakal ditempuh tiap hari. Demikian pula Galela, akan ditempuh tiap hari juga, hanya jaraknya sekitar 30 km-an.
Sepanjang jalan menuju Tobelo, pemandangan disuguhkan hamparan pantai yang sangat indah. Tampak beberpa pulau-pulau berjejer di seberang pantai. Sedangkan pemandangan sebelah kiri, adalah hamparan pohon nyiur yang sudah sangat tinggi-tinggi. Pemandanagan monoton yang tidak membosankan…. kalimat yang aneh…
Mobil yang kami kendarai Toyota avanza, namun berplat kuning. Di Halmahera Utara ini, mobil jenis apapun bisa dijadikan kendaraan umum dan diberi plat kuning. Jadi jangan heran di jalan berseliweran Suzuki APV, Toyota Inova, Yaris, dan tentu saja terbanyak Avanza. Bahkan kata orang sini, ada pula Toyota jenis tertentu yang bagi kita sangat mewah, yang dijadikan angkutan umum. Luar biasa. Mobil-mobil itu biasanya melayani trayek Sofifi-Tobelo, sekitar 5-7 jam perjalanan normal. Karena trayek ke Sofifi, kota dimana menjadi penghubung dengan Pulau Ternate, maka disebutlah mobil plat kuning ini mobil Sofifi. Bagi para pengemudi Sofifi ini, kecepatan 80 km di jalan sempit nan berkelok sudah menjadi santapan sehari-hari. Tinggalah kita sebagai penumpang yang menahan jantung.
Mobil Sofifi yang kami kendarai masuk kota Tobelo sekitar jam 11-an. Kota yang cukup ramai dan tampak sedang bergeliat maju kembali, menghilangkan semua jejak kerusuhan yang pernah terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar